JAKARTA – Asosiasi Logistik lalu Forwarder Indonesia (ALFI) mengkritisi Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pelarangan beroperasi truk sumbu 3 yang terlalu lama diberlakukan pada pada waktu Lebaran nanti. Kebijakan ini dinilai malah menjadi sebuah keterpurukan berbeda dengan dari pelarangan-pelarangan yang dimaksud dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya.
“Karenanya, kami meminta-minta agar pemerintah mengevaluasi lagi kebijakan tersebut. Kita juga akan minta waktu diskusi untuk menanyakan apa dasarnya melarang truk sumbu 3 itu dilarang pada waktu yang sangat lama pada Lebaran nanti,” ujar Ketua Kompartemen Area Angkutan Darat DPP ALFI, Ivan Kamadjaja.
Dia mengatakan, kebijakan yang tersebut diadakan pemerintah ini justru merupakan sebuah kemunduran. Seharusnya menurut dia, telah ada langkah antisipasi yang digunakan sanggup dilaksanakan untuk mengatur kendaraan ketika Lebaran nanti dari evaluasi terhadap lebaran-lebaran tahun sebelumnya.
“Kebijakan ini kan sudah ada tiap tahun dilakukan. Kok malah mundur juga waktu pelarangannya malah berlaku tambahan lama dari 24 Maret sampai 8 April 2025. Bagi kami pelaku bisnis angkutan barang itu terlalu ekstrim lalu buat kami itu menjadi kontraproduktif,” katanya.
Dia menuturkan, pelarangan yang mana terlalu lama ini bisa saja dipastikan akan sangat berdampak terhadap rantai pasok, lalu para stakeholder seperti entrepreneur truk, pengemudi, pabrik yang bisa jadi berhenti total selama sebulan.
“Pabrik-pabrik itu kan ada yang mana mesinnya tidak ada bisa jadi dimatikan begitu cuma seperti nyalai lampu dan juga secara tiba-tiba dimatikan besoknya. Nggak bisa saja seperti itu, oleh sebab itu produksinya harus jalan terus,” tuturnya.
Tapi lanjutnya, kalau stok substansi baku mereka itu bukan ada sebab adanya pelarangan terhadap angkutan barang truk sumbu 3 ketika Lebaran nanti, mereka itu pasti akan mengalami kerugian besar. Begitu juga dengan para eksportir lalu importir, mereka juga pasti akan mengalami kerugian dikarenakan tidaklah ada truk yang tersebut akan mengangkut barang-barang dia dari dan juga ke pelabuhan.
Dampak luasnya, yakni terhadap pencapaian peningkatan perekonomian 8% seperti yang ditargetkan pemerintah.Hal itu disebabkan lantaran tersendatnya pengiriman unsur baku bidang yang dipastikan akan mengganggu ekspor impor juga terjadinya pembatalan kontrak dengan pihak luar negeri yang digunakan mengakibatkan kegagalan masuk devisa ke pada negeri.
Menurutnya, pemerintahan seharusnya lebih lanjut peka dengan kondisi perekonomian kemudian sektor di area tanah air pada waktu ini, dimana berbagai sekali terjadi perusahaan gulung tikar juga pemutusan hubungan kerja. Kondisi yang mana terjadi bukanlah hanya saja dikarenakan efek kalah bersaing atau berkompetisi dengan negara lain, tetapi juga disebabkan oleh pembuatan regulasi-regulasi yang tidak ada memperkuat iklim bisnis untuk dapat meningkat serta berkembang.