Konsep Otomatis

“Dulu saya sering jadi bahan olok-olokan. Katanya, mending kerja di pabrik daripada capek-capek nanam sayur. Tapi saya yakin, petani juga bisa sukses.” – Regi Zamzam


Hidroponik: Jalan yang Tak Biasa, Tapi Penuh Harapan

Banyak orang mungkin menganggap pertanian itu kuno, penuh lumpur, dan tak menjanjikan. Tapi tidak bagi Regi Zamzam, seorang pemuda berusia 23 tahun asal Desa Tanjungpura, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya.

Di tengah keterbatasan, Regi memilih jalan tak biasa—menjadi petani hidroponik. Sebuah pilihan yang sempat membuatnya jadi bahan tertawaan. Tapi keyakinannya pada pertolongan Tuhan membuatnya terus melangkah.

“Pertolongan Allah itu tidak cepat, tidak lambat, tapi selalu tepat,” ungkap Regi dengan penuh keyakinan.


Merintis dari Nol, Pernah Hanya Dapat Rp200 Ribu

Regi memulai segalanya dari nol. Ia bukan berasal dari latar belakang pertanian. Sebelum ini, ia pernah menjadi kuli bangunan, promotor HP, bahkan sempat bekerja di perusahaan ekspor buah yang kemudian gulung tikar akibat pandemi.

Saat itu, hidup begitu sulit. Untuk makan saja susah. Tapi takdir membawanya bertemu dengan Pak Jemmy dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), yang sedang mengembangkan hidroponik. Rasa penasaran membawanya ke greenhouse, dan dari situlah benih harapan mulai tumbuh.

“Dulu saya pikir yang ditanam itu kaktus, ternyata sayuran segar seperti selada,” kenangnya.


Dari 2.000 Lubang ke 6.000 Lubang: Perjuangan Tak Sia-Sia

Berkat dukungan kepala desa yang serius dalam program pemberdayaan, Regi dan rekannya, Yogi, mendapatkan 2.000 lubang tanam hidroponik untuk memulai. Awalnya, hasilnya tidak seberapa. Bahkan pernah hanya mendapat Rp200 ribu dari seluruh panen.

Namun, mereka tak menyerah. Terus belajar, terus mencoba. Hingga akhirnya menemukan bibit dan nutrisi yang tepat. Kini, dari 6.000 lubang tanam, mereka bisa menghasilkan 12 kuintal selada per bulan. Dengan metode "peremajaan", mereka bisa panen setiap 20 hari, dan penghasilannya pun bisa tembus hingga Rp20 juta per bulan.


Hidroponik Itu Bersih, Praktis, dan Menyenangkan

Berbeda dengan pertanian konvensional, hidroponik tidak membutuhkan tanah dan tidak membuat kotor. Tanaman tumbuh dalam media air dan busa, dengan nutrisi yang disuplai melalui sirkulasi air menggunakan pompa.

“Kita nggak perlu nyangkul atau kena lumpur. Semua bersih, rapi, dan hasilnya berkualitas tinggi,” jelas Regi.


Tantangan: Dari Hama Hingga Persaingan Harga

Meski terlihat mudah, hidroponik tetap punya tantangan. Hama seperti ulat dan belalang bisa menyerang kapan saja. Belum lagi saat musim kemarau, ketika banyak petani konvensional membanjiri pasar dengan harga jauh lebih murah.

“Pernah harga selada jatuh jadi Rp4.000 per kilo karena pasar kebanjiran. Tapi hidroponik punya keunggulan: lebih manis, lebih tahan lama, dan tidak pahit karena tanpa getah.”


Pasar yang Luas, Permintaan Tak Pernah Habis

Kini, Regi tidak perlu lagi keliling hingga dini hari mencari pembeli. Seladanya sudah rutin masuk ke berbagai kota seperti Tasikmalaya, Sumedang, Bandung, dan bahkan Jakarta.

Dengan sistem tanam yang terjadwal, mereka bisa memastikan produksi tetap stabil. Dalam kota saja, permintaan bisa mencapai 4 kuintal per hari. Dan semuanya belum sepenuhnya terpenuhi.


Hidroponik untuk Semua: Tidak Harus Punya Latar Pertanian

Satu hal yang selalu Regi tekankan—siapa saja bisa menekuni hidroponik. Bahkan mereka yang tidak pernah berkecimpung di dunia pertanian sekalipun.

“Saya juga dulunya bukan orang pertanian. Tapi kalau mau belajar, pasti bisa,” ucapnya dengan mantap.


Mimpi 100 Ribu Lubang, dan Mengajak Sukses Bersama

Kini, Regi punya mimpi besar: mengembangkan hingga 100 ribu lubang tanam, dan memberdayakan lebih banyak anak muda untuk bergabung.

Lewat akun Instagram @hidroponiktanjungpura_berdikari, ia terbuka untuk siapa pun yang ingin belajar. Ia ingin menunjukkan bahwa jadi petani bukanlah aib, tapi sebuah jalan mulia yang bisa mengangkat ekonomi keluarga dan masyarakat.


Penutup: Keyakinan dan Konsistensi adalah Kunci

Perjalanan Regi adalah bukti bahwa konsistensi, doa, dan keberanian untuk keluar dari zona nyaman bisa mengubah nasib siapa pun.

“Fokus pada cita-cita. Jangan malu jadi petani. Kita ini pejuang pangan, punya peran besar untuk negeri.”


Salam Sukses dari Regi Zamzam Johari

Petani Muda – Rumah Hidroponik Tanjung Pura Berdikari
“Terima kasih sudah berkunjung. Semoga kisah saya bisa memotivasi banyak orang untuk naik kelas.”